Oleh: Rizki Al Kharim
Siapa yang harus disalahkan dalam masalah ini, masih menjadi gejolak bagi para pemikir ilmu pemerintahan. Masalah birokrasi memang tak pernah surut, seperti halnya tugas birokrasi untuk melayani masyarakat yang tak akan berhenti. Selama masyarakat itu ada sistem sosial akan tetap hidup dengan penggerak awak sistemnya yaitu para birokrat.
Ketika birokrat itu dipilih dan ditunjuk oleh masyarakat, pada saat itu pula birokrat mempunyai posisi dibawah masyarakat. Kata dibawah masyarat ini tidak diartikan birokrat memiliki hak dibawah masyarakat. Justru pada hakikatnya hak birokrat ini lebih diatas masyarakat. Keistimewaan hak tersebut yaitu para birokrat dipersilahkan atau menjadapat keistimewaan untuk melayani masyarakat. Sebuah kepercayaan yang tinggi yang diberikan oleh masyarakat pada para birokrat. Itulah hak istimewa para birokrat. Namun pandangan ini kadang diputar terbalik orang para birokrat dan memang pikirannya terbalik. Hal istimewa ini diartikan bahwa merekalah orang-orang pilihan yang mampu menduduki posisi birokrasi. Para birokrat menganggap dirinya seorang yang hebat, karena hanya dirinya yang mampu mendapatkan posisi tersebut, dengan modal gelar, materiil dan lain-lain.
Sebagian birokrat yang berfikir seperti ini akan menjadi munsuh masyarat, karena dianggap menghianati hak istimewa yang diberikan masyarakat. Itu adalah pikiran masyarakat kelas satu sebut saja masyarakat prtisipan. Sebuah masyarakat aktif ditengah masyarakat yang terus mengawal dan memastikan bahwa hak istimewa yang diberikan oleh para birokrat untuk melayaninya dilaksanakan dengan benar. Tak banyak masyarakat seperti ini dari 100 orang akan ditemui 5 sampai 7 orang di Negara berkembang. Jadi perlawanan 5-7 orang hanya menjadi angin lalu bagi para birokrat.
Masyarakat kelas kedua, tak banyak membantu dalam perlawanan pada birokrat yang menghianati hal istimewa ini. Masyarakat parokial yang sudah cukup kritis ini hanya menuntut lewat lisan dengan sesamanya. Masyarakat ini sudah berani berbicara dalam kelompoknya namun tidak brani untuk menempuh jalur hukum dalam perlawanannya. Parahnya lagi di bumi pertiwi, tepatnya dipelosok negeri ini banyak masyarakat yang kurang memperhatikan posisi pemerintah. Mereka sangan acuh kepada apa yang dilakukan oleh para birokrat yang telah menggunakan hak istimewahnya untuk berbagai motif yang terlepat dari kata “mewujudka kesejahtraan masyarakat” masyarakat primitif adalah masyarakat yang memang paling dirugikan dalam hal ini. Hak-mereka yang harusnya sama yang penduduk bumi pertiwi kurang didapatkan, ke-acuhan mereka dimanfaatkan oleh sebagian kelompok untuk memakan hak tersebut. Mereka kadang dibiarkan tetap acuh agar mereka tak memperdulikan haknya dimakan para birokrat tersebut.
Sungguh sebuah penghianatan besar kepada masyarakat. Mungkin masyarakat kelas pertama dan kedua yang dapat berjuang untuk melawan penghianatan ini. Bentuk penghianatan ini berbagai macam bentuknya. Mualai dari pelayanan yang sewenang-wenang, pilih-pilih sampai pada kasus pungli kepada masyarakat. Mungkin pelayananlah yang dapat menjadi contoh kongkrit sebuah penghianata tersebut. Memang pelayanan adalah bentuk balas jasa kepercayaan masyarakat yang sudah diberikan kepada para birokrat.
Kesalahan dalam pelayanan akan langsung mendapat protes, teguran dan lain-lain bagi masyarakat. Sehingga banyak dari birokrasi yang bergegas membenahinya. Hubungan birokrasi dengan masyarakat melalui pemenuhan hak-hak masyarakat akan dapat langsung dinilai oleh masyarakat tersebut sebagai bagain dari kontrol masyarakat terhadap birokrasi. Namum hubungan tidak semua masyarakat juga melakukan kontrol masyarakat primitifa dan parokial. Memang terlihat mengontrol tetapi mereka tidak berani menegur. Mereka memang akan menagih birokrasi untuk memenuhi hak-haknya, namun mereka tetap membiarkan bahwa dalam pemenuhan hak-haknya tersebut terjadi kecurangan seperti adaya pungli yang dialaminya.
Kalkulasi keuntungan birokrasi dan kerugian masyarakat akan mundah dilihat jika masalahnya menyangkut hubungan antara keduanya (birokrasi dan masyarakat), namun jika hubungan tersebut menjadi hubungan segitiga antara satu birokrasi dengan birokrasi yang lain dengan tujuan inti adalah masyarakat. Akan sangat sulit untuk dicontrol. Hubungan itu memang harus ada dan tetap ada dalam masyarakat, selama masyarakat tersebut ada. Yang menjadi maslah adalah apabila hubungan tersebut disalah gunakan untuk maksud lain, dengan dalih bahwa ini untuk masyarakat. Sebuah penghiatan besar yang tersembunyi (laten). Kemampuan kontrol masyarakat tidak sampai sejauh itu. Masyarakat tidak mampu apa yang ada di dalam tubuh-tubuh busuk birokrasi. Inilah kelemahan masyarakat kita, kelamahan masyarakat ini bukan diakibatkan oleh faktor internal dalam masyarakat tetapi birokrasilah yang memberi pagar berduri agar masyarakat tidak terlalu jahu masuk dalam privasinya. Masyarakat yang pengelihatannya kabur dalam melihat apa yang dilakukan birokrasi tersebut lambat laun akan menyerah. Mereka tidak sampai pusing-pusing menanggapi masalah laten yang justru kalkulasi materilnya jahu merugikan masyarakat daripada kasus-kasus yang terlihat.
Lembaga negaralah yang bermain dalam hal ini. Lembaga negara seperti BPK, KPK dan lain-lain yang mengusut masalah penghiatan ini. Namun lembaga negara yang terbatas akan sangat kesulitan untuk mengontrol masalah ini dengan kondisi negara indonesia yang luas. Hanya beberapa saja dan sebagian kecil saja kasus-kasus perselingkuhan birokrasi yang terungkap dipublik.
Perselingkuhan Birokrasi "Sebuah Masaalah Laten yang Kurang ditanggapi"
Oleh : Rizki Al Kharim
Impian untuk mewujudkan sistem sosial yang benar-benar kondusif kadang hanya menjadi cerita dongeng bangsa indonesia yang terus diceritakan di berbagai sudut kota dewasa ini. Birokrat sebagai awak dari sistem sosial, harus mampu menjalankan sebuh konsensus sistem tersebut.
Kapasitas yang memadai harus ada dalam diri seorang awak sistem sosial. Mulai dari integritas, akuntabilitas dan lain-lain sebagai modal untuk menjalankan sistem sosial yang seimbang yang menimbulkan sebuah keadaan yang kondusif. Disinilah tujuan masyarakt kita. Namun kenyataanya tidak semua masyarakat yang mampu menciptakan keadaan ini, seperti Indonesia.
Kelebihan indonesia dengan negara majemuknya membuat negara ini banyak mengalami benturan-benturan di berbagai segi kehidupan. Disini kita hanya akan membahas benturan yang terjadi dari segi ekonomi. Suatu segi yang dianggap lazim untuk diperebutkan orang. Disinilah tugas penting sebuh awak sistem tersebut. Konsensus dalam sistem sosial tersebut agar tetap lurus dan berjalan dengan baik, perlu sebuah orang-orang terpilih yang akhirnya orang-orang tersebut diberi amanah untuk memerintah dalam sistem tersebut. Memerintah disini yaitu memerintah orang untuk menjaga sistem tersebut . orang-orang terpilih tersebut dapat kita sebut sebuah birokrasi. Subuah kelompok orang-orang yang tugas administratif sosial kemasyarakatan secara sempit. Secara luas tugasnya yaitu menjaga konsensus sistem sosial masyarakat tersebut agar tetap seimbang dan strabil.
Menjaga sistem tersebut berarti harus menjaga keseimbangan dalam sistem termasuk dalam hal ekonomi. Disparitas mencolok antara borjuis dan proletar membuat keseimbangan sistem tidak lagi seimbang. Inilah tugas birokrat untuk menyeimbangkannya. Birokrasi membuat atauran atau rumus jitu untuk meratakan potensi ekomoni disetiap daerah bahkan setiap jiwa dalam dalam subuah masyarakat. Karena hal itersebut adalah mustahi. Potensi daerah itu adalah peristiwa alam yang sudah digariskanoleh sang pencipta dan Si Miskin dan Si Kaya juga merupakan sebuah pasangan serasi yang tidak dapat dipisahkan atau dilenyapkan salah satu. Birokrasi hanya perlu membangun semuah formulasi melakui sebuah konstitusi atau konvensi tentang sebuah keadaaan dimana yang Kaya menyayangi yang Miskin dan yang Miskin mengasihi yang Kaya. Hal ini lah yang perlu dibagun. Sosok orang kaya tidak akan pernah ada jika mereka tidak diperkuat dengan status orang miskin. Jika semua orang kaya atau mempunyai potensi yang sama maka tidak ada sebutan orang miskin, bahkan juga tak ada sebutan orang kaya, karena ukurannya tidak ada.
Awak sistem sosial adalah pengayuh kapal sistem sosial agar mempu berjalan stabil ditengah lautan. Dimana kondisi lautan yang tidak dapat ditebak dari badai dan lain-lain harus dapat diatasi. Tugas sebuah awak tidak hanya menyeimbangkan atau menjaga kesetabilan kapal sistem sosial tetap bertahan dari derasnya ombak dan kuatnya badai ditengah lautan jaman yang terus berubah, namun awak juga mampu mengarahkan atau mengayuh kapal tersebut kearah impian masyarakat yaitu kesejahtraan. Arah kapan dan arah pengayuh harus benar agar tidak salah jalan termakan globalisasi yang menjadi sistem sosial pengikut dari sistem sosial besar. Birokrasi sebagai awak kapal tidak perlu menutup pintu kapalnya rapat-rapat agar orang dari kapal lain tak singgal dikapalnya. Mereka perlu tetap berinteraksi dengan sistem sosial yang lain. Meraka juga harus tetap beradatapsi dengan tanpa meninggalkan budaya. Karena bangsa yang besar adalah bangsa yang tetap menjunjung tinggi budayanya.
Birokrasi Sebagai Awak Sistem Sosial
ABOUT AUTHOR
Recent Posts
Popular
Categories
- EduCollege 37
- EduCulture 10
- EduGovernment 75
- EduHumaniora 49
- EduSchool 6
- Medali 3
- Plakat 22
- Umum 1
- Vandel 5
Featured Post
10 Desain Plakat Murah Jakarta untuk Memeriahkan Acara Penghargaan Anda
Merencanakan sebuah acara penghargaan di Jakarta bisa menjadi sesuatu yang mendebarkan namun menantang. Salah satu elemen penting dari acara...