EKSPORT-IMPORT ANTARA INDONESIA DENGAN CHINA DALAM ACFTA DIKAJI DARI STUDI ADMINISTRASI KEUANGAN NEGARA

A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
ACFTA (Asean – China Free Trade Area) beberapa waktu terakhir ini tiba-tiba menjadi bahan pembicaraan yang populer dikalangan masyarakat. Berbagai media berlomba-lomba memberikan liputan mengenai ACFTA ini, dan harus diakui sebagian besar diantara liputan itu memberikan “rasa khawatir” bagi masyarakat, dimana ACFTA ini digambarkan akan menjadi momok bagi perekonomian nasional, meningkatkan pengangguran, membuat barang-barang dalam negeri kalah bersaing dsb.
Kesepakatan pembentukan perdagangan bebas ACFTA diawali oleh kesepakatan para peserta ASEAN-China Summit di Brunei Darussalam pada November 2001 . Hal tersebut diikuti dengan penandatanganan Naskah Kerangka Kerjasama Ekonomi (The Framework Agreement on A Comprehensive Economic Cooperation) oleh para peserta ASEAN-China Summit di Pnom Penh pada November 2002, dimana naskah ini menjadi landasan bagi pembentukan ACFTA dalam 10 tahun dengan suatu fleksibilitas diberikan kepada negara tertentu seperi Kamboja, Laos, Myanmar dan Vietnam.
Pada bulan November 2004, peserta ASEAN-China Summit menandatangani Naskah Perjanjian Perdagangan Barang (The Framework Agreement on Trade in Goods) yang berlaku pada 1 Juli 2005. Berdasarkan perjanjian ini negara ASEAN5 (Indonesia, Thailand, Singapura, Philipina, Malaysia) dan China sepakat untuk menghilangkan 90% komoditas pada tahun 2010. Untuk negara ASEAN lainnya pemberlakuan kesepakatan dapat ditunda hingga 2015.
ASEAN - China Free Trade Agreement (ACFTA), yang ditandatangani pada 4 November 2004, sejak tanggal 1 Januari 2010 yang lalu telah masuk pada tahap pelaksanaan. Dengan tujuan yang antara lain:
1. Memperkuat dan meningkatkan kerjasama perdagangan kedua pihak
2. Meliberalisasikan perdagangan barang dan jasa melalui pengurangan dan penghapusan tarif.
3. Mencari area baru dan mengembangkan kerjasama yang saling menguntungkan kedua pihak.
4. Memfasilitasi integrasi ekonomi yang lebih efektif dengan Negara anggota baru ASEAN dan menjembatani gap yang ada dikedua belah pihak
Indonesia memasuki perdagangan bebas ASEAN-China dengan pro-kontra yang mengiringinya, terkait dampak positif atau negative yang akan diraih. Ketidakmampuan industri lokal untuk bersaing yang akan membuatnya semakin terpuruk dan mati secara mengenaskan, merupakan dampak buruk yang menjadi ancaman. Tidak hanya itu, diperkirakan akan meningkatnya pengangguran yang diperkirakan mencapai seperempat dari dari keseluruhan jumlah tenaga kerja atau 7,5 juta jiwa, akibat gulung tikarnya perusahaan karena tak mampu bersaing , umumnya industri kecil dan rumahan.
Seperti diketahui, lebih murahnya barang-barang China dibanding barang hasil industri dalam negeri dikhawatirkan merebut pasar dalam negeri (umumnya barang-barang tekstil dan hasil produksinya), karena bukan hanya konsumen yang akan beralih pada produk China tapi juga para pedagang karena modal yang dikeluarkannya akan lebih sedikit. Dukungan dari pemerintah berupa kebijakan-kebijakan pembiayaan perbankan seperti memberikan kredit dengan bunga hanya 3% untuk pelaku industri atau pengusaha merupakan faktor utama pendorong kelancaran bergulirnya kegiatan industri, selain itu pemerintah China juga berusaha memposisikan diri sebagai pelayan yang menyediakan segala kebutuhan sarana dan prasarana menyangkut kegiatan industri. Mulai dari pengurusan surat izin usaha yang dapat diperoleh dengan mudah, hingga penyediaan infrastuktur penunjang guna meningkatkan ekspor seperti jalan raya, pelabuhan angkut, dan ketersediaan tenaga listrik.
Mari lihat apa yang membuat produk-produk dalam negeri lebih mahal dibanding produk China, penyebabnya antara lain: banyaknya pungutan liar (pungli) yang harus dibayar oleh para pengusaha, baik yang atas nama pemerintah ataupun tidak; sulitnya memperoleh pinjaman atau kredit untuk modal atau pengembangan usaha, di Indonesia pengusaha menengah-besar memperoleh kredit dengan bunga 12%, sementara pengusaha kecil justru mendapat bunga lebih besar, 15 %. Seharusnya semakin kecil usaha, semakin kecil juga bunga yang dikenakan, tapi lebih jauh, malah lebih banyak pengusaha kecil yang sama sekali ditolak dalam pengajuan kredit; infrastruktur yang belum memadai serta sarana dan prasarana yang sulit diperoleh. Kesulitan dalam pengurusan surat izin usaha sudah menjadi ciri dari birokrasi di Indonesia, mekanismenya yang mengharuskan melewati lebih dari satu meja bukan hanya memperlambat waktu tapi juga lebih banyak uang yang dikeluarkan, lebih tepatnya berbelit dan korup ciri birokrasi disini. Kemudian infrastruktur yang belum memadai seperti jalan raya, pelabuhan angkut, dan listrik semua masih jauh dalam ketersediaanya dibanding China. Indonesia harsu mengeluarkan anggran yang lebih banyak untuk industry menengah agar mampu bersain dengan produk China dan mampu mengeksport produknya ke China.
2. Tujuan
Mengaetahui dampak esport import Indonesia dengan China dalam perdagangan ACFTA dilihat dari sudut pandang studi Administrasi Keuangan Negara

3. Manfaat
Memberi informasi kepada pemerintah tentang dampak eksport dan import dalam perdagangan ACFTA bagai APBN

B. PEMBAHASAN
Masalaha ACFTA bagai Indonesia akan dibhas berdasarakan sudut pandang Studi Administrasi Keuangan Negara. Utamanya dibahas dalam sudut pandanga Ruang lingkup studi AKN yaitu dengan menggunakan Teori Pengeluaran Negara, Teori Penerimaan Negara, Administrasi Keuangan, Stabilisasi dan Pertumbuhan.


1. Teori Pengeluaran dan Pemasukan (Karis Yhuda E, 094674037)
Teori pengeluaran dalam studi AKN yaitu tentang pengebangan jalannya keuangan dlm perekonomian & sesuai dgn pola permintaan& penawaran yang dilakukan oleh pemrintah. Pengeluaran negara juga sebag sarana utama bagi pemerintah utk mewujudkan kesejahteraan, pertumbuhan, stabilisasi, dan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang lain. Dalam teori pemerimaan pembahasanya tentang beberapa sumber dari mana negara memperoleh pendapatan. Bagian ini membahas dan menganalisis tentang perbandingan keuntungan dan kerugian dari berbagai bentuk pemasukan negara misalnya pajak,dll.
Kaitanya dengan ACFTA pembahasan dalam teori pengeluaran dan pemasukan akan dipersempit kedalam masalah import dan eksport. Perdagangan antara China dan ASEAN adalah nilai sekitar US $ 4, 3 triliun sama dengan 13, 3 persen dari volume perdagangan global. Cina dan ASEAN telah penurunan tarif secara bertahap. Sebaliknya ada kekhawatiran dari negara-negara ASEAN serangan barang dagangan Cina. Produk lokal menghadapi kesulitan untuk meningkatkan penetrasi ke pasar lokal setelah pajak ekspor telah dihapus.
Sekarang Cina telah importir utama di Indonesia, 17,2 persen dari total non-migas impor Indonesia adalah berasal dari China, di China sebaliknya hanya mengkonsumsi 8,7 persen total ekspor di Indonesia. Jelas itu berarti barang-barang perdagangan China berat merambah ke pasar Indonesia. produk manufaktur China adalah bervariasi sulit bersaing dengan uncomparable untuk barang perdagangan di Indonesia harga yang kompetitif. Beberapa ekspor barang dari Indonesia ke China yang paling laku adalah barang pertanian, alam dan industri baku bahan.
Nilai ekspor Indonesia tidak stabil itu menunjukkan kelemahan dalam kapasitas perdagangan, maka, Indonesia cukupkah kompetitif untuk menghadapi ACFTA? Sementara itu indikator makro menunjukkan inflasi Desember 0, 33%, Nilai Ekspor Indonesia pada November 2009 turun 12, 12% dan nilai ekspor mengalami penurunan 6,03% dibandingkan dengan Oktober 2009. indeks harga perdagangan besar sedikit kenaikan 0, 73% hanya dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Deflasi 0, 03 telah terjadi pada bulan November 2009, nilai ekspor Indonesia meningkat 20, 72 bulan Oktober 2009, namun nilai meningkat, impor 11 16% dibandingkan dengan November 2009.
Sebagaimana dicatat Biro Pusat Statistik (BPS), hingga Agustus 2009 ekspor manufaktur Indonesia merosot hampir 25 persen dari total 60,831 miliar dollar AS menjadi 45,632 miliar dollar AS. Penurunan ini juga menurunkan total ekspor nonmigas sebesar 18,31 persen. Bahkan, dalam perhitungannya, Depperin juga memperkirakan penurunan nilai ekspor 12 industri manufaktur unggulan, seperti industri pengolahan kelapa sawit mentah (CPO), besi baja, otomotif, elektronika, pengolahan karet, pulp dan kertas, serta industry peralatan listrik sebesar 7,33 persen sepanjang tahun 2009.
Dapat dikatan ekpor Indonesia ke china yaitu industry manufaktur yang mempunyai nilai rendah. APBN Indonesia tidak memperoleh banyak keutungan dalam perdagangan ACFT. Sedangakan China memperoleh banyak keuntungan yaitu karena ekport china ke Indonesia yaitu barang eloktronik, transportasi, makanan, dan pakaian. Sangat menyedot keuntungan yang banyak bagi china. Cina mendapatkan devisa yang banyak dari perdagangan ACFTA.

2. Administrasi Keuangan (Elgia Astuty, 094674034)
Berikut ini adalah analisa yang di lihat dari sudut pandang administrasi keuangan. Administrasi Keuangan adalah semua hal yang menyangkut semua kegiatan keuangan, termasuk permasalahan terhadap keuangan Negara, berkaitan dengan anggaran belanja negara pengawasan terhadap realisasi anggaran belanja. Dalam kasus ACFTA ini kita mencoba melakukan analisa dengan melihat realisasi anggaran belanja pemerintah yang seharusnya dapat mendorong perkembangan perdagangan Indonesia ditengan kancah Negara ASEAN.

Dampak perdagangan bebas antara Indonesia dengan China sudah di analisa oleh pemerintah Indonesia. Indonesia harus memperkuat daya saingnya guna meningkatkan produk lokal dengan cara meningkatkan infrastruktur dalam negeri. Dalam ACFTA memperlakukan bea masuk sebanyak 2.528 pos tarif dari 17 sektor industri akan dibebaskan mulai 1 Januari 2010.Hal itu menjadi konsekuensi yang harus dijalankan Indonesia dan 10 negara lainnya, terkait implementasi perjanjian perdagangan bebas (free trade agreement/FTA) Asean-China. Seluruh komoditas pertanian di luar kategori sensitive products (SP) akan dihilangkan bea masuk impornya menjadi 0%. Dengan hilangnya hambatan tarif itu, Pemerintah berjanji tetap melindungi pasar domestik melalui pengetatan hambatan nontarif. Instrumen nontarif tidak saja penting sebagai tambahan prasyarat teknis untuk mengantisipasi produk impor. Tetapi juga melindungi masyarakat dari wabah penyakit pangan dan hewan.
Potensi kerugian yang dialami industri manufaktur nasional sebagai dampak dari implementasi perjanjian Asean-China Free Trade Agreement (ACFTA) diperkirakan mencapai Rp. 35 triliun per tahun. Nilai yang sangat besar tersebut hanyalah potensi kerugian yang bakal diderita oleh tujuh sektor manufaktur yakni industri petrokimia, pertekstilan, alas kaki dan barang dari kulit, elektronik, keramik, makanan dan minuman, serta besi dan baja. Didorong atas sengitnya persaingan bisnis yang bakal terjadi pasca pemberlakuan ACFTA 1 Januari 2010, Asosiasi Pengusaha Indonesia (API) menyatakan dan mengusulkan kepada pemerintah agar mengkaji ulang jangka waktu penurunan/penghapusan tarif bea masuk. Usul itu dengan berbagai pertimbangan, antara lain mayoritas permesinan tekstil dan produk tekstil (TPT) di Indonesia sudah usang, industri perlu meremajakan permesinannya agar mampu bersaing.
Dalam sector industri manufaktur di Indonesia yang pernah menjadi tumpuan pembangunan perekonomian, selain sebagai penyerap tenaga kerja terbesar dan penyumbang devisa lewat kinerja ekspornya, kini terbilang menurun. Sebagaimana dicatat Biro Pusat Statistik (BPS), hingga Agustus 2009 ekspor manufaktur Indonesia merosot hampir 25 persen dari total 60,831 miliar dollar AS menjadi 45,632 miliar dollar AS. Penurunan ini juga menurunkan total ekspor nonmigas sebesar 18,31 persen. Bahkan, dalam perhitungannya, Depperin juga memperkirakan penurunan nilai ekspor 12 industri manufaktur unggulan, seperti industri pengolahan kelapa sawit mentah (CPO), besi baja, otomotif, elektronika, pengolahan karet, pulp dan kertas, serta industry peralatan listrik sebesar 7,33 persen sepanjang tahun 2009. Sementara realisasi impor Indonesia dari China selama semester pertama 2009 angkanya tidak kalah menakjubkan. Impor elektronika dari China sudah mencapai 30 persen atau senilai 300 juta dollar AS, 37 persen dari 57 juta dollar AS tekstil dan produk tekstil (TPT), 60 persen mainan anak-anak dari total 17 juta dollar AS, 14 juta dollar AS atau 50 persen produk alas kaki, belum lagi dalam bentuk produk makanan dan minuman.
3. Stabilitas dan Pertumbuhan (Rizki Al Kharim, 094674015)
Pembahasan Stabilitas dan pertumbuhan dalam studi akan AKN meliputi tentang kebijakan-kebijakan ekonomi dari suatu pemerintahan di waktu (dlm kondisi) tertentu. Dalam hal ini akan kita bahas mengenai kebijakan-kebijkan pemerintah Indonesia dalam kerjasama dengan China dalam ACFTA.
Terkait dengan dampak perdangan Indonesia dengan China dalam ACFTA ada beberapa kebijakan yang di kelurahan oleh pemerintah pasca kesepakatan perjanjian. Pemerintah berjanji tetap melindungi pasar domestik melalui pengetatan hambatan nontarif. Instrumen nontarif tidak saja penting sebagai tambahan prasyarat teknis untuk mengantisipasi produk impor. Tetapi juga melindungi masyarakat dari wabah penyakit pangan dan hewan.
Berkaitan dengan itu juga dikeluarkanya langkah yang harus dilakukan pemerintah utuk menanggulai dampak ACFTA bagi perekonomian Indonesia yang berimbas kepada ABPN Negara Indonesia. Pertama , Pnguatan daya saing global meliputi penanganan isu-isu domestik meliputi: penataan lahan dan kawasan industri, pembenahan infrastruktur dan energi, pemberian insentif (pajak maupun non pajak lainnya), membangun Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), perluasan akses pembiayaan dan pengurangan biaya bunga (KUR, Kredit Ketahanan Pangan dan Energi, modal ventura, keuangan syariah, anjak piutang, lembaga pembiayaan ekspor Indonesia dsbnya), pembenahan sistem logistik, perbaikan pelayanan publik (NSW, PTSP/SPIPISE dsb), penyederhanaan peraturan dan peningkatan kapasitas ketenagakerjaan).
Kedua, Pengamanan pasar domestik melalui : (a) pengawasan di border dengan meningkatkan pengawasan ketentuan impor dan ekspor dalam pelaksanaan ACFTA, menerapkan Early Warning System untuk pemantauan dini terhadap kemungkinan terjadinya lonjakan impor, pengetatan pengawasan penggunaan Surat Keterangan Asal Barang (SKA) dari negara-negara mitra ACFTA, pengawasan awal terhadap kepatuhan SNI, label, ingridien, kadaluarsa, kesehatan, lingkungan, security dsb, penerapan instrumen perdagangan yang diperbolehkan WTO terhadap industri yang mengalami kerugian yang serius akibat tekanan impor dan penerapan instrumen anti dumping dan countervailing duties atas importansi yang un fair, (b) peredaran barang di pasar lokal meliputi task force pengawasan peredaran barang yang tidak sesuai dengan ketentuan perlindungan konsumen dan industri dan kewajiban penggunaan label dan manual berbahasa Indonesia, dan (c) promosi penggunaan produksi dalam negeri dengan mengawasi efektivitas promosi penggunaan produksi dalam negeri (Inpres Nomor 2 Tahun 2009) termasuk mempertegas dan memperjelas kewajiban KLDI memaksimalkan penggunaan produk dalam negeri revisi Kepres Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pengadaan Barang/Jasa oleh Pemerintah.
Ketiga, Penguatan ekspor dengan penguatan peran perwakilan luar negeri, pengembangan trading house, promosi pariwisata, perdagangan dan investasi, penanggulangan masalah akses pasar dan kasus ekspor, pengawasan penggunaan SKA Indonesia, peningkatan peran LPEI dalam mendukung pembiayaan ekspor dan optimalisasi trade financing.
Keempat, Bimbingan yang berkesinambungan agar KUKM dapat menerapkan manajemen stok yang lebih adaptif terhadap pasar dan differensiasi pasar yang memungkinkan terjadinya subsidi silan.
Kelima, Perlu dilakukan kajian yang berkelanjutan terhadap kondisi KUKM yang lebih mendetail terhadap jenis dan variasi produk-produk pertanian dan industrikecil yang mempunyai peluang pasar yang besar dan dapat dilakukan secaraspesifik di berbagai daerah.
Keenam, Perlu diberi peran yang lebih besar kepada trading house (BLU/LLP dan atau Induk Koperasi Perdagangan) untuk melakukan penetrasi produk-produk KUKM di berbagai negara ASEAN dan China yang dilaksanakan secara periodik, (misalnya selama satu bulan pada tiap-tiap negara).
Ketujuh, Perlu dipertimbangkan keterpaduan para gerakan koperasi yang mempunyai bidang usaha yang sama diantara negara kawasan Asean dan China (Transnational Coperative), sehingga dapat membangun sinergisitas guna menciptakan efisiensi sumberdaya yang dapat memberikan.
Dalam analisis kebijakan ini dapat kita simpulkan bahwa pengaruh perdagangan Indonesia dengan China dalam ACFTA paling besar di sektor eksport dan import. Karena dalam eksoprt impot import inilah yang mempengaruhi keberhasilan sebuah perdagangan. Perdagangan antara china dengan Indonesia tidaklah selalu membawah dampak positif bagi Indonesia. Hal inilah yang mejadikan pemerintah Indonesia mengeluarkan melakukan beberapa kebijakan dan langkah-langkah strategis untuk memperkuat eksport china khususnya dalam industry manufaktur dana mengurangi import industry elektronik dan transportasi ke Indonesia.

C. KESIMPULAN

Perdagangan ACFTA yang didominasi oleh Negara china sangat mempengaruhi posisi eksport import dalam Negara Indonesia. Negara Indonesia sendiri memperoleh berbagai dampak positif dan negatif darai adanya perdagangan ACFTA. Damapak negatif dan positif tersebut mempengaruhi keuangan Negara. Eksport import dalam perdagangan ACFTA yang mempengaruhi keuangan Negara di analisi dengan pendekatan setudi administrasi keuangan Negara yaitu dalam teori penerimaan, pengeluaran, administrasi keuangan dan statabilitas dan pertumbuhan.
Dalam teory pengeluaran dan pemerimaan dapat diketahui perdagangan ACFTA membawa dampak yang kurang baik bagai Indonesia terutama dalam APBN. Penerimaan impor dalam ACFTA sudah sedikit karena pemerintah sudah dihilangkan bea masuk impornya menjadi 0%. Sedangkan pengaruah ACFTA dalam eskport. Sektor industry manufaktur di Indonesia yang pernah menjadi tumpuan pembangunan perekonomian, selain sebagai penyerap tenaga kerja terbesar dan penyumbang devisa lewat kinerja ekspornya, kini terbilang menurun Rp. 35 triliun per tahun. ACFTA mempengaruhi penurunan eksport Indonesia karena pengusaha manufaktor yang ada di Indonesia kalah bersaing dengan produk china.
Damapak negatif yang dirasakan Indonesia di sektor eksport dan import membuat pemerintah Indonesia melakukan beberapa upaya untuk mengatasi masalah tersebut. Eksoprt impot import sangat mempengaruhi keberhasilan sebuah perdagangan. Perdagangan antara china dengan Indonesia tidaklah selalu membawah dampak positif. Pemerintah Indonesia mengeluarkan melakukan beberapa kebijakan dan langkah-langkah strategis untuk memperkuat eksport china khususnya dalam industry manufaktur dana mengurangi import industry elektronik dan transportasi ke Indonesia.

0 Comments